Diagnosis Sports Science: Saat Pemimpin Lebih 'Ego-Involved' Daripada 'Task-Involved' (Dan Akhirnya Melaporkan Meme)
Sebagai mantan orang dalam HR, saya sudah melihat ratusan profil psikologi manajer. Dan fenomena pemimpin yang melaporkan kritik (bahkan meme) adalah diagnosis yang mudah. Ini bukan soal politik. Ini soal psikologi olahraga.
Dalam 'sports science', ada dua orientasi atlet: 'Task-Involvement' dan 'Ego-Involvement'.
Atlet 'Task-Involved' fokus pada tugas. Dia ingin menguasai skill. Dia mengukur sukses dari 'apakah saya lebih baik dari kemarin?'. Kritik adalah data. Dia kalah? Dia tonton ulang rekamannya, cari kesalahan, dan perbaiki.
Lalu ada atlet 'Ego-Involved'. Fokusnya adalah egonya. Dia ingin terlihat lebih baik dari orang lain. Dia mengukur sukses dari 'apakah saya menang?' atau 'apakah saya terlihat hebat?'. Kritik? Itu adalah serangan personal. Dia kalah? Dia salahkan wasit, salahkan lapangan, salahkan penonton.
KONTEN VERSI TANPA FILTER
Suka dengan artikel ini? Di channel Telegram kami, pembahasannya lebih liar. Dapatkan curhatan produk, tips-tips getir, dan renungan harian yang tidak akan kamu temukan di tempat lain.
Gabung Gratis di Channel SEP!KSekarang, lihat sistem korporat dan pemerintahan kita. Kita membangun sistem yang memberi penghargaan pada 'Ego-Involvement'. Yang penting bukan 'kinerja', tapi 'citra'. Yang penting bukan 'menyelesaikan masalah', tapi 'terlihat menyelesaikan masalah'.
Maka kita dapat pemimpin yang 'ego-involved' akut.
Ketika pemimpin seperti ini dikritik, dia tidak melihatnya sebagai data untuk perbaikan (task-involvement). Dia melihatnya sebagai serangan terhadap 'siapa dirinya' (ego-involvement). Reaksinya? Bukan introspeksi, tapi defensif. Alih-alih memperbaiki performa, dia sibuk menyerang pengkritiknya. Dia tidak sedang mengelola kementerian atau perusahaan. Dia sedang mengelola 'insecurity'-nya sendiri.
Dan kamu? Kamu adalah atlet 'task-involved' yang dipaksa main di tim yang kaptennya 'ego-involved'. Selamat berjuang.