Diagnosis Psikologis: 3 Cara Sistem Mengajarkan Kamu Jadi 'Preman' Kantor (Tanpa Merasa Bersalah)
Sebagai mantan orang HR, saya bisa pastikan: predator korporat itu tidak dilahirkan, mereka dicetak. Sistem punya kurikulum psikologis yang rapi untuk mematikan hati nurani kamu. Namanya 'Moral Disengagement', sebuah konsep dari Albert Bandura. Ini adalah mekanisme mental yang mengizinkan kamu melakukan hal buruk tapi tetap merasa jadi orang baik.
Kamu pikir 'jatah preman' atau 'uang pelicin' itu muncul begitu saja? Tentu tidak. Itu dilatih.
Satu: 'Euphemistic Labeling' (Memberi Nama Baru). Ini langkah pertama. Pemerasan tidak disebut 'pemerasan'. Itu disebut 'uang koordinasi', 'biaya administrasi', 'dana taktis', atau 'uang lelah'. Kata-kata ini berfungsi sebagai anestesi moral. Kamu tidak merasa sedang memeras; kamu merasa sedang 'mengurus administrasi'.
KONTEN VERSI TANPA FILTER
Suka dengan artikel ini? Di channel Telegram kami, pembahasannya lebih liar. Dapatkan curhatan produk, tips-tips getir, dan renungan harian yang tidak akan kamu temukan di tempat lain.
Gabung Gratis di Channel SEP!KDua: 'Diffusion of Responsibility' (Penyebaran Tanggung Jawab). Ini adalah favorit di birokrasi. Kejahatan dilakukan berjamaah. 'Kan semua departemen juga tanda tangan?' 'Ini kan keputusan rapat.' 'Masa cuma saya yang nolak?' Ketika semua orang bertanggung jawab, tidak ada satu orang pun yang merasa bertanggung jawab. Jatah dibagi-bagi, begitu pula dosanya.
Tiga: 'Advantageous Comparison' (Perbandingan yang Menguntungkan). Ini adalah cara favorit si 'pemain'. 'Saya cuma minta 7 miliar. Pejabat di provinsi sebelah minta 10 miliar.' 'Kita cuma 'mark-up' sedikit untuk 'dana tim', daripada vendor itu yang ambil semua untungnya.' Dengan membandingkan kejahatanmu dengan kejahatan yang (katanya) lebih besar, kejahatanmu jadi terlihat... wajar. Bahkan, terlihat seperti 'kebijakan'.
Sistem tidak butuh kamu jadi jahat. Sistem hanya butuh kamu berhenti merasa bersalah. Dan untuk itu, mereka punya alatnya.
