Otopsi 'Biaya Izin': Bagaimana 'Circle' Senior Memalak Karyawan Baru

Table of Contents

Lagi ramai soal 'komunitas' fotografer yang memalak pengunjung di taman publik. Kita semua setuju itu premanisme konyol. Tapi sebagai mantan insider HR, saya cuma melihat itu sebagai rutinitas kantor.

Di dunia korporat, premanisme ini terjadi setiap hari. Jauh lebih halus, tapi sama merusaknya. 'Taman publik' adalah sumber daya perusahaan: proyek bagus, informasi penting, akses ke manajer puncak. 'Komunitas preman' itu adalah 'circle' senior, 'tim inti', atau 'geng' eksklusif yang sudah lama ada.

Dan mereka memungut 'biaya izin'.

Dalam sosiologi, ini disebut 'Penutupan Sosial' (Social Closure). Ini adalah strategi di mana sebuah grup memonopoli keuntungan dengan 'menutup' akses bagi orang luar. Di kantor, 'biaya izin' ini bukan uang. Bentuknya 'upeti' sosial: kamu harus ikut nongkrong di tempat yang 'benar', menggunakan jargon yang 'benar', atau menjilat senior yang 'benar'.

KONTEN VERSI TANPA FILTER

Suka dengan artikel ini? Di channel Telegram kami, pembahasannya lebih liar. Dapatkan curhatan produk, tips-tips getir, dan renungan harian yang tidak akan kamu temukan di tempat lain.

Gabung Gratis di Channel SEP!K

Para senior ini bertindak sebagai 'Gatekeeper'. Mereka adalah 'preman' yang menjaga 'lahan' mereka. Kamu mungkin karyawan paling brilian, tapi ide kamu tidak akan didengar manajer jika belum 'disetujui' oleh 'gatekeeper' ini. Kinerja kamu di KPI tidak ada artinya jika kamu belum 'bayar upeti'.

Dan HR? Kami sering membiarkannya. Kenapa? Karena para 'gatekeeper' ini melakukan pekerjaan kotor kami. Mereka menyaring siapa yang 'cultural fit'. Siapa yang 'tidak mau bayar' (baca: punya nalar kritis, tidak mau ikut-ikutan) akan otomatis terisolasi dan dianggap 'bukan team player'.

Jadi, saat kamu lihat junior berbakat gagal dapat promosi, jangan tanya kinerjanya. Tanyakan dulu: "Apakah dia sudah bayar 'biaya izin' ke 'circle' senior yang menguasai lahan itu?"